Percaturan politik elektoral jadi semacam film distopia: kita cuma diberi opsi buat memilah yang kurang baik dari yang sangat kurang baik, janji- janji manis yang bakal terlupakan, kawan jadi lawan, pertikaian di tim Whatsapp, sampai keretakan ikatan keluarga gara- gara beda calon opsi.
Kita juga diperbolehkan sekali tiap sebagian tahun buat memilah wakil yang diharapkan dapat merepresentasikan kita, walaupun kesimpulannya mereka malah merepresi kita. Terlebih, dengan opsi politik yang terbatas di Indonesia, jadi apatis dalam politik elektoral tidak dapat disalahkan.
Membenci politik elektoral bukan berarti antipati pada politik. Salah besar mereduksi politik hanya jadi sebatas politik instan. Karena, semacam yang sempat disebutkan Bertolt Brecht kalau kebutaan yang terburuk merupakan buta politik.
Dia tidak mendengar, bicara, ataupun apalagi berpartisipasi dalam kejadian politik. Dia tidak ketahui kalau bayaran hidup, harga kacang, ikan, tepung, bayaran sewa, harga sepatu, serta obat, seluruhnya tergantung pada keputusan politik.
Orang- orang yang buta politik, lanjut Brecht, merupakan orang yang begitu bodoh, yang dengan bangga membusungkan dadanya serta mengatakan jika dia benci politik.
Sang dungu ini tidak ketahui jika kebodohan politiknya melahirkan prostitusi, kanak- kanak terlantar, pencuri sangat kurang baik, politikus busuk, dan korporat nasional serta multinasional yang korup serta bobrok.
Politik wajib kita pahami. Paling tidak, yang butuh kita pahami merupakan mekanisme politik elektoral.
Filsuf seleb Slavoj Zizek dalam The Pervert’ s Guide to Cinema( 2006) menarangkan kalau buat menguasai dunia dikala ini, kita butuh sinema secara harfiah. Cuma melalui sinema seperti itu kita memperoleh ukuran krusial yang tidak siap kita hadapi dalam kenyataan kita.
Bila kita mencari apa yang sesungguhnya lebih nyata dari kenyataan itu sendiri, simaklah fiksi sinematik. Sinema, sebut Zizek, merupakan seni penampilan, dia berikan ketahui kita suatu tentang kenyataan itu sendiri.
Forbes sempat menulis saran 10 film Hollywood tentang kampanye serta politik elektoral, sedangkan Huffington Post menyajikan 5 film dokumenter buat menguasai kegaduhan politik sebab pemilu Amerika Serikat yang memenangkan seseorang Donald Trump.
Bahasa politik memanglah umum, senantiasa begitu, tetapi film- film yang direkomendasikan terasa sangat berjarak. Hingga, aku berupaya memilah 5 film asal Korea Selatan, negeri yang bersama Asia, hanya beda kemerdekaan sebagian hari, sempat dipandu pemerintahan militer- ototarian, serta 10 tahun lebih kilat mengawali masa reformasi dari Indonesia.
Inilah 5 film tersebut: Kamu bisa nonton streaming drama korea di link tersebut
Film ini memanglah tidak terpaut langsung dengan politik elektoral, tetapi menyoal sisi hitam media sosial. Menyoroti para seleb medsos, yang dalam film ini diucap keyboard warrior.
1. Socialphobia( 2014)
Jiwoong serta Yongmin jengkel dengan seorang dengan account online Re- Na. Sebab merasa tidak lumayan hanya twitwar, mereka berdua mencari ketahui bukti diri aslinya serta menciptakan nama serta alamat aslinya.
9 orang berangkat ke apartemennya buat memohon permohonan maaf. Tetapi, kala mereka datang di rumahnya, mereka menemukan kesialan serta kesimpulannya wajib berurusan dengan pihak berwajib.
Kedatangan internet, spesialnya media sosial, kian memperumit kehidupan manusia modern. Kala pendapat merendahkan di- tweet, netizen mengamuk, serta mulai terdapat penggalangan buat melawan cuitan immoral tadi.
Orang cenderung sangat argumentatif, reaktif, ataupun sangat provokatif atas hal- hal sepele di ranah maya. Kadangkala, konflik yang terjalin di ranah maya dapat bersinambung di kehidupan nyata.
Baca Juga: 6 Drama Hasil Kolaborasi Korea dan Indonesia
2. Inside Men( 2015)
“ Uang, media, serta kandidat presiden. Threesome yang mengesankan,” ungkap Lee Byunghun, sang bandit yang wajahnya mirip Sule.
Seseorang bandit kampung yang jadi antek politik berupaya membalas dendam, sebab dijatuhkan oleh politikus kejam. Sedangkan seseorang penyelidik idealis memutuskan jadi jaksa buat memutus bundaran setan perpolitikan di Korea Selatan.
Bandit serta jaksa muda tanpa koneksi ini berupaya melawan sirkel konglomerat, politikus, serta redaktur koran nasional. Suap menyuap, aplikasi premanisme, skandal seks, serta pura- pura sakit, ehm, terjalin dikala pengecekan.
Semacam judulnya, film ini memperlihatkan gimana koneksi orang dalam merupakan koneksi sangat kokoh serta sangat kilat. Terdapat bundaran setan yang menggurita dalam kebusukan perpolitikan.
Baca Juga: 4 Film Korea yang Tak Kalah dari Parasite
3. The Truth Beneath( 2016)
Ceritanya menyajikan beberapa pendapat sosial menimpa kekejaman dunia anak muda, korupsi serta imoralitas politik, ikatan antara orang tua serta kanak- kanak, dan rahasia tersembunyi yang berakibat banyak pada orang- orang. Pesan yang sangat jelas merupakan kalau“ seluruh orang berbohong”.
Yeon- hong menunjang suaminya mencalonkan diri dengan sepenuh hati, namun dikala hari awal kampanye, gadis mereka menghilang. Kala hari- hari lalu serta polisi tidak menciptakan petunjuk apapun, Yeon- hong jadi terus menjadi putus asa.
Pada dikala yang sama, dia marah dengan suami serta perilaku regu suksesnya, yang nampak tidak hirau apapun kecuali kampanye.
Yeon- hong mengawali penelusuran buat mencari putrinya serta menyadari kalau ia tidak ketahui apa- apa tentang putrinya, serta pula tentang suaminya. Hal- hal yang dia temukan serta nasib putrinya membawanya mengarah kemarahan, yang pula berperan bagaikan kekuatan pendorongnya.
Baca Juga: Situs Download Film Komplit
4. The King( 2017)
“ Lupakan harga diri, senantiasa berdiri di sebelah penguasa,” nasihat seseorang jaksa senior pada si jaksa muda. Suatu wejangan bijak Machiavelian supaya hidup lezat, sebab sandaran sangat aman merupakan kapital serta kekuasaan.
Jaksa muda itu Park Tae- soo, anak nakal dari seseorang jagoan kampung. Sehabis memandang bapaknya dipukuli oleh seseorang laki- laki yang jauh lebih lemah darinya, yang kebetulan seseorang jaksa, dia memutuskan kalau inilah cita- cita yang diinginkannya.
Dia sukses masuk sekolah hukum sangat bergengsi serta kesimpulannya jadi jaksa. Tetapi, lekas, ia menyadari kalau pekerjaannya tidak begitu bergengsi, sebab mengaitkan jam kerja panjang serta upah sedikit.
Sebab berkeras mengurus permasalahan yang mengaitkan anggota keluarga orang berarti, Tae- soo dibungkam dengan diperkenalkan ke dalam bundaran‘ 1%’ jaksa yang betul- betul memiliki banyak koneksi serta menciptakan banyak duit.
Yang menarik merupakan kalau regu jaksa itu memiliki pengarsipan permasalahan hukum serta skandal yang sewaktu- waktu hendak dirilis ke publik. Baik buat alihkan isu ataupun menjatuhkan lawan politik dari pejabat publik yang didukung.
Baca Juga: Sinopsis Film Gadis Pemimpi SCTV
5. The Mayor( 2017)
Buat awal kalinya dalam sejarah, walikota Seoul yang sudah menempuh 2 periode bernazar melaju lagi buat ketiga kalinya. Tidak hanya wajib melawan pesaingnya, walikota ini dihadang oleh pimpinan partainya sendiri yang takut bakal disaingi dikala pemilu presiden nantinya sebab kalah terkenal.
Regu sukses walikota ini merekrut seseorang wanita muda yang masih polos, tetapi berbakat di bidang periklanan. Wanita itu dituntut memandang, apalagi ikut serta langsung, dalam proses kampanye gelap.
Dia pula berfungsi berarti dalam pencitraan di lapangan, menyelidiki apalagi membuat- buat kesalahan serta skandal buat calon lain, sampai mencuri kunci jawaban pertanyaan- pertanyaan debat publik.
Film ini menjajaki karier serta kehidupannya dari dini kampanye si walikota sampai hari sehabis pemilihan. Berkisah tentang konflik, konspirasi, serta korupsi di antara regu walikota yang mengaitkan pengkhianatan, pemerasan, narkoba, pembunuhan, pelacuran, bunuh diri, serta pencurian.